8/12/2008

Opek si Tukang Siomay (si budi kecil part 2)

Inilah kawan, korban perceraian pasutri sesungguhnya. Setiap harinya, si kecil Opek tidak pergi ke sekolah. Tetapi berkeliling kampung menjajakan siomay menggunakan gerobak. Dorongan gerobaknya yang tertatih-tatih memancing rasa iba para kaum ibu. Bergegas para kaum ibu memanggilnya, berkilah membeli siomay karena doyan. Padahal mereka kasihan pada Opek. Tubuh mungilnya tak diimbangi tingginya gerobak siomay itu. Dengan berjinjit-jinjit, Opek membuka tutup dandang panas, menusuk butiran siomay panas dengan garpu. Begitulah cara Opek meladeni pelanggannya.

Selesai berjualan, Opek pulang ke rumah kakek-neneknya. Uang hasil tetesan kristal tubuhnya diberikan pada nenek. Segera Opek ke kamar menyua sang adik perempuannya. Adiknya tampak menelungkup, menutupi wajahnya dengan lipatan tangan yang bertumpu pada lututnya. Si adik tak ingin menunjukkan air matanya pada Opek. Dengan sayang, Opek membelai rambut si adik sambil berujar. Sepertinya menenangkan hati si adik tentang pola kehidupan mereka yang berubah haluan. Adegan seperti itu mengingatkan saya pada cerita Si Jamin dan Si Johan.

Lalu, ke mana sebenarnya si ayah dan si ibu? Ternyata mereka memilih untuk menentukan jalan hidup masing-masing tanpa memperebutkan buah hati mereka. Tapi justru menyia-nyiakan.

Saya sepakat kata Tukul dalam Otomatis Romantis bahwa yang kalah dalam perceraian bukan si ayah atau si ibu. Tetapi si buah hati keduanya.

Tidak ada komentar: